7 Air Suci Majapahit Yang Dipercaya Dapat Buang Sial
Sering bernasib sial sedari kecil atau semua perjuangan kerja keras yang telah anda lakukan berakhir dengan sia-sia? Bisa jadi konon katanya anda sedang ditempeli aura 'gembel', jadi seberapapun perjuangan atau kerja keras anda tak akan pernah mengalami kemajuan, semuanya akan berakhir sia-sia. Bila anda masyarakat orisinil dari Mojokerto niscaya pernah mendengar wacana ritual mandi 7 air suci Majapahit yang dipercaya sanggup buang sial.
Ritual Ruwat Sukerta ini sendiri sudah dikenal semenjak lama, dari jaman Majapahit kuno yaitu berasal dari 7 pemandian air tirta (air suci) yang terdapat di Pura, tempat Ibadah Umat Hindu. Menurut Pemangku budbahasa yang berasal dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawa (PLKJ) sekaligus Koordinator Jawa dan Bali yang memimpin ritual Ruwat Sukerta tersebut. Ki Wiro Kadek Wongso Jumerek menjelaskan lengkap sumber mediasi ritual tersebut.
Menguti dari detik.com, dikatakan Pemangku Kadek bahwa ada 7 macam air suci yang selalu wajib digunakan untuk melaksanakan ritual siraman melepas nasib sial. Yakni air hujan, air bahari tawar, embun, sumber tempur, air sendang, air kelapa serta air yang didapatkan dari sumber 7 petirtaan situs peninggalan Majapahit.
Sahabat kejadiananeh.com terlepas dari kepercayaan agama yang kita yakini, mari kita budayakan perilaku saling toleransi antar umat beragama. Kita harus gembira lantaran Indonesia mempunyai banyak kemajemukan budaya dan budbahasa istiadat. Untuk mempersingkat waktu lantaran saya kebelet boker. Mari kita simak Ritual mandi 7 air suci Majapahit yang konon dipercaya sanggup buang sial.
1. Air Suci Ujung Galuh, Pantai Kenjeran
Photo: Copyright Detik.com |
Dalam proses melaksanakan ritual siraman melepas kesialan, langkah yang pertama kali dilakukan yakni mempersiapkan air kelapa yang bersumber dan didapatkan dari Ujung Galuh Pantai Kenjeran, Surabaya. Ini wajib dan harus dilakukan paling utama sebelum mengumpulkan air-air suci lainnya.
Sebab Air suci yang berasal dari Ujung Galuh pantai Kenjeran ini dipercaya dan diyakini sebagai pintu masuk ke Keraton Majapahit. Air kelapa kan bersumber dari sari-sari bumi yang naik ke atas, jadi sanggup dipastikan tidak ada kotorannya sama sekali, itulah sebabnya disebut air suci.
Saya mengambil sendiri dan dihentikan sama sekali jatuh ke tanah, berdasarkan penjelasan Ki Wiro Kadek Wongso Jumerek sesudah usai melangsungkan acara Ruwat Sukerta 1949 Saka.
2. Air Kembang Pantai Ngobaran, Gunung Kidul
Air suci ke dua, menurut Ki Wiro Kadek Wongso Jumerek yaitu diambil dari Pantai Ngobaran, Gunung Kidul yang berlokasi di Yogyakarta dan Petirtaan Panglukan di Bali. Cara mendapat keduanya agak sulit alasannya diharapkan ritual khusus untuk mengambil air bahari yang tawar itu. Alasannya, kedua lokasi itu dipercaya dan diyakini sebagai tempat bertapa Raja Brawijaya di masa-masa hidup jaman beliau.
'Ada ritualnya berupa doa, kembang, lengkap dengan sesaji, yang pertama kali dilakukan yakni kami akan permisi ke arwah para leluhur di sekitar situ, mengambilnya pun ada tata kramanya dihentikan sembarangan, harus menggunakan gayung. Di tempat tersebut pada jaman dahulu kala Raja Brawijaya selalu bertapa ketika waktunya tiba untuk menawarkan tahta kepada anaknya,' berdasarkan Mangku Kadek.
3. Air Hujan yang Pertama Turun sesudah Musim Kemarau
Ritual mandi air suci majapahit yang dipercaya sanggup buang sial ketiga yakni berasal dari air hujan, dengan syarat air hujan yang pertama kali turun sesudah animo kemarau. Menurut klarifikasi Mangku Kadek bahwa air hujan disucikan alasannya dianggap sebagai rajanya air di muka bumi.
'Air hujan yakni rajanya air atau Tirta Nata, untuk melebur kotoran dalam badan harus pakai rajanya air. Kita ambil air pertama hujan di Malang kemarin, kita tampung dengan ember,' tambahnya.
4. Air Tetesan Embun
Jenis air suci ke 4 yang digunakan untuk ritual Ruwat Sukerta yakni air embun. Tetesan embun pagi itu dikumpulkan dari situs Sumur Upas di Desa Sentonorejo, Trowulan, serta dari Situs Tempuran di Kecamatan Puri, Mojokerto.
'Air embun, kita ambil sesudah subuh, sekitar satu ahad lamanya untuk menampung tetesan embun di situs Sumur Upas dan Situs Tempuran, di situs itu ada prasasti Raja Terakhir Majapahit, Giri Swardana Dyah Surya Wikrama atau Bhre Wengker yang didarmakan di lokasi tersebut, tempat itu juga disebut rumah para raja,' ungkapnya.
5. Air Ritual Desa Tempuran
Air suci lainnya berasal dari Sumber Tempur yang juga berlokasi di Desa Tempuran, Kecamatan Puri. Sumber Tempur ini dianggap suci alasannya menjadi pertemuan antara Sendang Wadon dengan Sumber Kates.
6. Air Sendang Dewi Kunti di Gunung Arjuna
Photo: Copyright Detik.com |
Air suci ke enam yakni yang berasal dari air sendang. Air ini pribadi kami ambil sendiri dari sumbernya yakni Sendang Dewi Kunti di Gunung Arjuna Malang, tempat ini konon pada jaman kuno dahalu kala yakni tempat para Dewa berdoa, 'jelasnya.
7. Sumber mata Air Trowulan
Sedangkan air suci ke 7 diambil dari 7 sumber mata air di Trowulan. Antara lain dari Siti Inggil, Petirtaan Hayam Wuruk, Tribuwana Tungga Dewi, Makam Panjang, Putri Campa, Sumur Sakti Gajah Mada, dan mata air dari Sumur Upas di Desa Sentonorejo, Trowulan.
'Ketujuh air suci itu kami campur menjadi satu untuk ritual Ruwat Sukerta ini. Tujuannya semoga yang diruwat pada bulan Suro ini benar-benar higienis jiwanya,' tandas Kadek.
Dari tahun ke tahun, Ruwat Sukerta yang rutin digelar setiap awal Bulan Suro di Pendopo Agung, Trowulan ini semakin diminati. Jika tahun kemudian jumlah penerima hanya 56 orang, kali ini penerima mencapai 150 orang. Selain dari Mojokerto sendiri, mereka tiba dari beberapa daerah. Mulai dari Jombang, Kediri, Nganjuk, Sidoarjo, sampai Surabaya.
Untuk mengikuti ritual Ruwat Sukerta ini, penerima tak perlu membayar. Hanya saja, setiap penerima diwajibkan membawa sehelai kain putih. Secara bergiliran, penerima mulai dari anak kecil sampai orang sampaumur berbalut kain putih disiram dengan air suci yang dicampur dengan kembang setaman. Setelah itu, beberapa helai rambut penerima dipotong dan didoakan oleh seorang sesepuh Trowulan.
Lantas apa yang mendorong para penerima mengikuti ritual ini dan apa saja impian mereka?
'Kebetulan saya anak tunggal, dalam budbahasa Jawa harus diruwat semoga mendapat keselamatan dan banyak riski,' kata Nandya Paramita (24), salah seorang penerima asal Surabaya.
Hal senada dikatakan Listyowati (36), asal Kecamatan Mojoagung, Jombang. Ibu satu anak ini mengaku ikut Ruwat Sukerta alasannya merasa kerap mengalami kendala dalam usahanya. 'Semoga dengan ritual ini, perjuangan saya diberi kelancaran dan banyak riski,' ujarnya.
Sesudah melaksanakan ritual siraman air kembang, prosesi Ruwat Sukerta dilanjutkan dengan pagelaran Wayang Kulit di dalam Pendopo Agung. Setelah program berakhir, setiap penerima diwajibkan melarung kain putih yang digunakan ketika siraman ke Sungai Brantas atau sungai lainnya. Hal itu dipercaya konon sebagai tanda melepas nasib sial.
Gimana, Seru Bukan? Menapaki jejak kebudayaan negeri kita Indonesia tercinta ini, banyak hal-hal asing dan unik dari setiap budbahasa khas masyarakat orisinil kepulauan yang tentunya belum kita ketahui semua. Untuk anda yang orisinil warga Mojokerto tentu sudah tidak asing dengan ritual mandi 7 air suci Majapahit yang diyakini dan dipercaya sanggup membuang kesialan hidup yang kita alami. Semoga informasi ini sanggup menambah wawasan pengetahuan anda.